Minggu, 06 Maret 2011

Gardubaca dan Pekerja Naraca


Gardu Baca dan Pekerja Naraca

 
OPINI

Gardu Baca dan Pekerja Naraca
Oleh : Marowi Marwah Rapanoi | 01-Aug-2008, 00:49:55 WIB

KabarIndonesia - Kemiskinan harus segera diberantas, diberantas dengan kecerdasan, kecerdasan tidak harus diperoleh di bangku sekolah saja, kecerdasan tidak hanya ditandai dengan adanya ijazah, kecerdasan adalah milik orang yang banyak belajar, banyak membaca. Saya yakin rakyat Indonesia umumnya senang membaca, saya tidak percaya dengan alasan minat baca rendah. Bagi saya menonton juga membaca, mendengar radio juga membaca. Belajar sepanjang hayat (Long live education) harus membudaya di setiap desa. Masalahnya tidak setiap tempat tersedia bahan bacaan. Kalau ingin semua warga selalu belajar maka perbanyaklah tempat membaca dan tunjuk petugas khusus penyedia bahan Pustaka. Disinilah Peran Gardu Baca dan Pekerja Naraca menjadi solusi. Kecerdasanlah yang akan mengalahkan kemiskinan. Siapa tokoh yang berani membuat kebijakan menyediakan Gardu Baca di setiap RT, cara belajar yang murah dan praktis serta menyerap banyak tenaga kerja karena Pekerjanya harus berasal dari RT itu sendiri, artinya ada pemerataan dalam memperoleh kesempatan kerja. Yang terpenting untuk membaca, warga cukup pergi ke Gardu Baca. Tinggal bagaimana bisa mengoptimalkan peran Pekerja Pembina dan Pemelihara Gardu Baca (Pekerja Naraca).

Kebodohan identik dengan kemiskinan, banyak orang meyakini hal ini, atau dengan kata lain kemiskinan yang melanda sebagian besar masyarakat kita erat kaitannya dengan tingkat kecerdasannya. Pendapat semacam ini barangkali pada era sekarang ini tidak bisa lagi dipertahankan. Menurut saya kemiskinan juga tidak lepas dari kesempatan memperoleh informasi yang memadai untuk mengenal beragam cara mencari rezeki dan menjalani kehidupan ini. Karena itu masyarakat yang miskin harus banyak belajar, belajar menerima informasi pembangunan dan menguasai ilmu pengetahuan serta menjalani hidup berlandaskan iman dan taqwa.

Sekarang ini banyak pihak dan figur, membicarakan pendidikan gratis, ada juga yang membantah, katanya tak mungkin pendidikan gratis, yang mungkin hanya pendidikan murah, lalu yang lain membantah pula, katanya pendidikan murah itu tidak berkualitas. Alhasil beragam pendapat pun muncul tentang pendidikan.

Seiring dengan berganti-gantinya kurikulum sekolah, semakin beragam pendapat soal pendidikan Saya sendiri berpendapat prihal pendidikan hanya ada dua hal penting:

Pertama: Perbanyak dan perpanjang kesempatan belajar;
Kedua: Ciptakan hasil pendidikan yang bermoral dan berbudi luhur.

Sekarang ini banyak pihak hanya memperbincangkan pendidikan di bangku sekolah. Saya menganggap hal ini sebagai pendidikan yang sedikit dan yang terbatas. Yang sedikit, maksudnya pendidikan yang dilakukan oleh sekolah baru sedikit, sedikit secara kuantitas dan sedikit secara kualitas, apalagi belakangan ini muncul istilah sekolah favorit, sekolah unggulan, dan sekolah bertaraf internasional. Kata unggulan, favorit dan bertaraf internasional menunjukkan bahwa sekolah semacam ini masih sangat terbatas. Padahal bangsa ini butuh pendidikan yang banyak yang terus menerus, yang tidak terbatas pada anak usia 7 sampai 24 tahun saja, juga tidak hanya di kota saja tapi harus merata seantero negeri di seluruh wilayah nusantara, dan semua warga negara harus terus belajar, belajar sepanjang hayatnya.

Belajar yang saya maksud, tidak harus mendengar ceramah guru di ruang kelas. Belajar dengan cara membaca di rumah yang bahan pustakanya diperoleh dari Gardu baca. Gardu yang tersedia di dekat rumah warga atau bisa ditemukan di lingkungan RT-nya sendiri.

Pendidikan yang terbatas. Artinya kalau anak usia sekolah dianggap penting untuk belajar, maka orang dewasa justeru terlebih penting untuk tetap belajar dan terus belajar. Belajar tidak boleh berhenti karena batasan usia, apalagi bagi yang berada dalam usia produktif. Pada saat orang memasuki usia produktif ini mereka harus banyak belajar. Sayangnya saya melihat managemen perusahaan kebanyakan memberangus kesempatan belajar ini hanya karena alasan produktivitas, bahkan jam lembur pun terkadang ikut tersita. Bahkan saat waktu istirahat tak ada kesempatan belajar. Belajar yang saya maksud di sini adalah ketersediaan waktu untuk membaca dan atau mempelajari sesuatu.

Pola kehidupan yang berlangsung sekarang ini harus diubah, jangan sia-siakan waktu terbuang percuma, jadikanlah setiap kesempatan yang ada untuk belajar, ciptakanlah kondisi dimana setiap kesempatan selalu belajar dan ada sarana belajarnya.

Oke, kembali ke Gardu Baca. Suatu tempat sederhana yang ada bahan pustakanya, tapi dikelola secara bertanggung jawab dan khusus oleh warga RT dimana dia tinggal. Dalam tulisan ini kita tidak bermaksud membicarakan soal pendidikan apalagi soal sekolah, yang kita maksud di sini adalah suatu cara/sistem pemberlajaran yang ditujukan kepada warga pedesaan yang berbasis di RT-RT. Mengapa pilihannya harus di RT. Penulis berpandangan bahwa ujung tombak penggerak kehidupan di negeri ini ada di RT, maka komunitas masyarakat di RT inilah yang menjadi pasukan garda depan dalam kemajuan pembangunan, karenanya SDM di tingkat RT ini harus meningkat dari waktu ke waktu. Tak ada jalan lain bahwa anggota warga di tingkat RT ini harus terus belajar, dengan cara belajar sepanjang hayat. Tempat belajarnya tidak harus dengan gedung yang dibangun dengan biaya yang mahal oleh APBD atau APBN, tapi cukup dengan swadaya masyarakat RT itu sendiri. Anggaran Negara sifatnya lebih memotivasi dan menjaga kesinambungan operasional Gardu Baca ini. Merealisasikannya perlu ada figur yang berani membuat kebijakan untuk segera menggerakkan hadirnya Gardu Baca ini secepatnya. Orang yang mampu memotivasi warga membangun Gardu Baca di RT-nya inilah yang patut dihargai sebagai Pahlawan Pembangunan.

Selanjutnya yang perlu direkrut adalah tenaga yang akan mengelola sarana belajar ini. Saya menyebutnya Pekerja Naraca atau Pekerja Pembina dan Pemelihara Gardu Baca.
Apa dan bagaimana Gardu Baca dan Pekerja Naraca itu?
Berangkat dari kenyataan di masyarakat kita, umumnya yang bermukim di desa, sepertinya sudah membudaya sebagian besar memanfaatkan waktu senggangnya dengan duduk-duduk di gardu, baik pagi hari, sore ataupun malam hari (dijadikan Pos Kamling), maka Penulis melihat budaya ini sebagai peluang untuk membudayakan belajar sepanjang hayat dengan menjadikan gardu sebagai Perpustakaan Mini atau sebagai bagian dari layanan Perpustakaan Desa yang dibangun secara swadaya oleh warga RT yang dikoordinir oleh Ketua RT-nya dan setelah menjadi gardu, dikelola oleh Pekerja Naraca. Di sinilah kegiatan belajar warga desa itu dipusatkan. Warga bisa meminjam/membaca buku, koran, majalah, selebaran, peraturan-peraturan termasuk nantinya bisa dikembangkan menjadi Gardu Pintar. Sederhananya di Gardu ini bisa ditempatkan komputer untuk mengakses internet. Pola RT/RW-Net saya kira cocok andai diintegrasikan dengan Gardu Baca ini.

Satu hal yang harus digarisbawahi, bahwa kunci berhasil tidaknya Gardu baca ini adalah bagaimana caranya kita membina Pekerja Naraca menjadi motor penggerak pembangunan di desa dengan melakukan layanan membaca secara berkesinambungan di masing-masing Gardunya. Setiap Gardu harus memiliki 2 orang pekerja, harus berasal dari RT itu sendiri dan memiliki lahan untuk tempat membangun Gardu Baca, bahkan di lahan ini disisi Gardu, harus pula tersedia lokasi untuk membangun Rumah Pekerja.

Dengan meratanya peneyebaran bahan pustaka di setiap RT, dan membudayanya belajar sepanjang hayat, akan semakin banyak pengetahuan yang diserap. Bayangkan saja jika seluruh Indonesia punya Gardu Baca dengan 2 Pekerja Naraca di tiap RT, apalagi punya rumah sendiri di samping Gardu bacanya. Maka kita tinggal menunggu waktu, kemiskinan, ketertinggalan akan enyah dari bumi Nusantara ini. Beragam teori tentang usaha mengentaskan kemiskinan, sebut saja ekonomi mikro misalnya, Kredit Usaha Rakyat, segala macam bentuk subsidi, dan lain-lain, semuanya jadi percuma jika anak bangsa ini tetap bodoh, apalagi tidak dibarengi dengan keimanan dan amal yang baik.

Sama seperti anda, saya juga berpandangan, meningkatkan kecerdasan warga (terutama) di desa adalah yang pertama dan yang utama dari semua program pembangunan. Dan sekali lagi meningkatkan kecerdasan tidak hanya bisa diperoleh di ruang kelas atau di depan guru.  Kapan saja, di mana saja, baik formal maupun non formal. Memperoleh kesempatan memperkaya diri dengan tambahan ilmu adalah hak setiap individu, juga tidak perlu dengan biaya yang mahal.

Dengan Gardu Baca kita tingkatkan kecerdasan anak bangsa. Dengan memperbanyak hadirnya Gardu Baca kita budayakan belajar sepanjang hayat, untuk meningkatkan daya saing. Dengan kecerdasan kita enyahkan kemiskinan. Dengan kecerdasan kita gapai kesejahteraan. Tak ada yang tak bisa, bagi yang berjiwa pekerja, bagi mereka yang memanfaatkan setiap kesempatan untuk memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan, kecerdasan yang merata, kecerdasan segera menjadi nyata, kecerdasan yang diperoleh dengan biaya murah, dengan Gardu baca.

Andai tiap Kabupaten memiliki 5.000 Pekerja Naraca dengan fokus membudayakan belajar sepanjang hayat, melalui pelayanan pustaka dan informasi, dapat dipastikan kecerdasan warga meningkat pesat, menjadi lebih maju dalam mengatur kehidupannya.

Sampai jumpa di kesempatan berikutnya. Semoga kita semua selalu sehat dan sejahtera. Amin!!!


(Penulis adalah Pustakawan, tinggal di Kayuagung-OKI, anggota Dewan Redaksi Agung Post/Anggota Penulis KabarIndonesia).
Tulisan ini telah dimuat di Harian Online Kabar Indonesia edisi Agustus 2008.

Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/
Alamat ratron (surat elektronik):
redaksi@kabarindonesia.com Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera:http://www.kabarindonesia.com/

1 komentar:

  1. Assalamualaikum senang sekali saya bisa menulis dan berbagi kepada teman-teman disini. barangkali ada teman-teman yang sedang kesulitan masalah keuangan. Beberapa waktu yang lalu perusaan percetakan saya dirundung hutang yang cukup besar. Hal itu di akibatkan melonjaknya harga kertas dan tenaga upah yang harus saya bayar kepada para karyawan saya. Sementara itu beberapa tender yang nilainya cukup besar gagal saya menangkan. Akibatnya saya harus menjaminkan mobil saya saya untuk meminjam hutang dari bank. Namun hal itu belum cukup menutup devisit perusaan. Bahkan pada akhirnya rumah beserta isinya sempat saya jaminkan pula untuk menutup semua beban hutang yang sedang dilanda perusaan. Masalah yang begitu berat bukan mendapat support dari istri justru malah membuat saya bersedih bahkan sikapnya sesekali menunjukan rasa kecewa. Hal itu di sebabkan semua perhiasan yang sempat saya hadiahkan padanya turut saya gadikan. Disaat itulah saya sempat membaca beberapa situs yang bercerita tentang solusi pesugihan putih tanpa tumbal dan akhirnya saya bertemu dengan Kyai Sukmo Joyo. Kata pak Kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan penarikan uang gaib 5milyar dengan tumbal hewan. Tanpa pikir panjang semua petunjuk pak.kyai saya ikuti dan hanya 1 hari. Alhamdulilah akhirnya 5M yang saya minta benar benar ada di tangan saya. Perlahan hutang-hutang saya mulai saya lunasi. Perhiasan istri saya yang sempat saya gadaikan kini saya ganti dengan yang lebih bagus dan lebih mahal harganya. Dan yang paling penting bisnis keluarga yang saya warisi tidak jadi koleps. Jika ingin seperti saya. Saya menyarankan untuk menghubungi kyai sukmo joyo di 0823.9998.5954 situsnya www.sukmo-joyo.blogspot.co.id agar di berikan arahan

    BalasHapus